<data:
post.body/>
Akhlak
sabar (al-akhlaq al-shabr) dibutuh kan dalam dua kondisi kehidupan. Pertama,
kondisi yang sesuai dengan harapan seperti menerima nikmat, bahagia, kaya,
sejahtera, suka, dan seterusnya. Kedua, kondisi yang tidak sesuai dengan
harapan seperti ditimpa musibah dan penderitaan , susah, miskin, sengsara, duka
nestapa dan seterusnya. Berdasarkan perbedaan ini, maka Imam al-Ghazali
membedakan nama (istilah) sabar sesuai dengan peristiwanya. Namun demikian,
bermacam istilah, tetap termasuk dalam kerangka sabar (al-shabr).
Imam al-Ghazali berkata: Apabila sabar melawan nafsu perut dan nafsu biologis disebut al-‘iffah. Sabar (al-shabr) menghadapi kondisi yang tidak disukai nama sabar (al-shabr) berbeda sesuai dengan kondisinya:
Imam al-Ghazali berkata: Apabila sabar melawan nafsu perut dan nafsu biologis disebut al-‘iffah. Sabar (al-shabr) menghadapi kondisi yang tidak disukai nama sabar (al-shabr) berbeda sesuai dengan kondisinya:
Sabar
terhadap musibah dan penderitaan disebut al-shabr antonimnya al-hal’u wa
al-jaz’u,
sabar
dalam kondisi kaya disebut dhabth al-nafs antonimnya al-bathr,
sabar
menghadapi perang disebut al-syaja’ah antonimnya al-jabn
sabar mengendalikan emosi disebut al-hilm
antonimnya al-tazammur,
sabar
menghadapi masa sulit disebut sa’at al-shabr antonimnya al-dhajr wa al-tabarrum
wa dhayyiq al-shadr,
sabar
mengendalikan lisan disebut kitman al-sirr dan pelakunya disebut katum,
sabar dalam kemewahan disebut al-zuhd
antonimnya al-hirsh,
sabar
menghadapi sedikit keberun- tungan (qadr yasir min al-khuthuth) disebut
al-qanaah antonimnya al-syarrah.
Mayoritas etika keimanan terga- bung dalam
sabar (al-Shabr).
<data:
post.body/>
Comments