Siapa yang pernah menduga bahwa ayah akan menjadi
seorang pemimpin? Meskipun bukan pemimpin negeri, AYAH TETAPLAH PEMIMPIN.
<data: post.body/>
Sebuah
jawaban dari pertanyaan sederhana dari forum diskusi yang pernah ku ikuti
ketika duduk di bangku kelas 3 SMP yangbertema PEMIMPIN. Seorang MC(Master
of Ceremony) bertanya, “Menurut kalian pemimpin seperti apa yang kalian
idamkan? ” aku ingin sekali mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan itu,
tapi ternyata aku tidak bisa. Sifat pendiam ini terkadang membuatku sedikit
tersiksa jika berada pada sebuah forum yang sangat besar. Seringkali aku
berpikir bahwa jawabanku tidak akan membuat mereka yakin jadi aku memilih untuk
diam dan mendengarkan.
Seorang mengacungkan tangan. Dia
diminta untuk berdiri sambil mengutarakan pendapatnya. Aku melihatnya dengan
seksama. Dia mulai dengan mengucapkpan salam kemudian mengeluarkan opininya. “Perkenalkan
nama saya Raihan. Menurut saya, pemimpin yang sangat saya idamkan ialah
pemimpin yang jujur, dapat mendengar suara rakyat, dan memberikan apa yang
dibutuhkan oleh rakyat. Tentu saja beliau adalah pemimpin yang memiliki sifat
rendah hati, dan suka turun ke jalan untuk melihatnya kondisi yang terjadi di
masyakat. Terima kasih.” Suaranya yang sedikit melengking membuatku terus
melihatnya agar aku benar-benar bisa mengerti apa yang dia katakan. Jawabanya
cukup bagus, karena tidak hanya dia yang menginginkan pemimpin yang seperti
itu.
Setelah
laki-laki bersuara sedikit melengking itu kembali duduk, seseorang yang
berjarak 10 kursi darinya mengacunkan tangan dan berdiri. Dari pandanganku aku
merasa dia seorang yang sedikit konyol dan tidak serius. Dia menjawab, “Perkenalkan
nama saya Boni. Menurut saya, pemimin idaman saya ya Soekarno lah… terima
kasih.” Sontak seluruh peserta diskusi tercengang dan diam untuk beberapa saat.
Dia hanya mengatakan 1 kalimat dan itu sangat jelas menuju pada satu orang
pemimpin negeri. Kemudian MC menanggapinya pun sambil bercanda, “ternyata
peserta diskusi kali ini ada yang telah hidup di jaman pak Karno. Dan inilah
dia….” Semua peserta pun tertawa diiringi tepuk tangan yang begitu meriah.
MC
kembali menawarkan peserta yang ingin menjawab lagi. Seseorang yang memiliki
tangan yang lentik mengacungkan tangan. Tempat duduknya berada 3 baris di
depanku. Tidak lama kemudian, wanita itu berdiri. Tingginya hampir sama
denganku. Dia terlihat cantik dan anggun meskipun hanya dari satu sisi.“ Perkenalkan
nama saya Sarah. Menurut saya, Pemimpin idaman saya yaitu Rasulullah SAW.
Rasullah telah berhasil membawa semua umat kembali dari jaman jahiliyah menuju jaman yang terang
benderang seperti sekarang. Meskipun Rasulullah telah lama tiada, tetapi setiap
ajaran yang pernah disampaikan selalu hidup mengisi kehidupan kita sehari-hari.
Terima kasih.” Sarah kembali duduk. Aku kembali mencerna perkataan sarah.
Idaman semua umat islam tentu Rasulullah SAW. Dan aku pun hidup untuk mengikuti
semua ajaran dengan berpegang teguh pada agamaku, Islam. Tetapi perkataan sarah
memang membuatku sedikit kanak-kanak. Sarah yang usianyasama denganku terlihat
memiliki pemikiranyang lebih dewasa di banding diriku. MC kembali menanggapi
perkataan sarah. “ kita beri tepuk tangan untuk Sarah.” Peserta pun member
tepuk tangan dengan irama kagum. “Subhanallah. Jawaban adik sarah ini sangat
benar. Umat Islam memang sangat memimpikan pemimpin seperti Rasulullah.
Rasulullah memang telah wafat tapi ajarannya selalu di ikuti. Itu yang membuat
Rasulullah selalu hidup dalam hati umat islam. Semoga kita segera mendapatkan
pemimpin yang memiliki sifat yang hampir seperti Rasulullah. Aamiin.” Kata MC
danpeserta diskusi pun mengatakan aamiiin dengan bersama-sama.
“
Apa ada yang ingin mengungkapkan pendapatnya lagi? Ayoo masih saya beri
kesempatan. Disini kita belajar untuk berani mengungkapkan pendapat. Jangan
samapi kita tidak setuju dengan pernyataan seseorang dan hanya diam saja.
Pemikiran atau ide-ide yang ada di otak kalian masing-masing akan menjadi
sampah yang tidak berarti jika kalian tidak mau mencoba untuk mengungkapkannya.
Ayoo siapa yang ingin mengungkapkan pendapatnya lagi seperti yang sudah dilakukan
oleh Raihan, Boni dan Sarah??”
“Aku ingin menjawab, tapi kenapa aku
takut..”
“ Ayoo silahkan yang ingin
mengungkapkan pendapatnya? Apa semua memiliki pendapat yang sama dengan Sarah,
Boni, dan Raihan?
Tanganku mulai dingin. Ini memang
kebiasaan yang buruk. Setiap dalam kondisi yang terdesak selalu bergetar dan
berkeringat. “kenapa aku tidak berani mengacungkan tangan sih?” gumamku dalam
hati.
“Apa kalian yakin sudah tidak ingin
mengungkapkan pendapat kalian?” goda MC yang masih berusaha menghidupkan
suasana diskusi. “ Ayoolah, apa salahnya mengungkapkan pendapat? Tidak ada yang
salah dari apa yang kalian ucapkan. Jika salah maka diperbaiki. Jika benar maka
pantas diberi penghargaan. Ayoo siapa lagi? Jika tidak ada maka diskusi ini di
akhiri.”
“ayolah cha, kamu bisa.” Gumamku
untuk member semangat pada dirku sendiri. “ayolah chaa, tidak akan salah dengan
apa yang kamu katakana. Tidak perlu takut untuk memulai.” Kembali memotivasi. “
Aku tetap masih takut, aku tidak seberani mereka…”
“Baiklah, jika sudah tidak ada maka
kita akan beralih pada pertanyaan berikutnya.” kata MC yang akan membuka
pernyataan baru. “ Baiklah, kita… ouh, ternyata masih ada yang mengacungkan
tangan. Silahkan...”
“Perkenalkan nama saya Rischa.”
Suaraku pun bergetar dan MC mengetahuinya. “Tidak apa. Tidak perlu takut.
Silahkan dimulai.” Kata MC untuk
menenangkan sambil member semangat.
“ Siapa yang pernah menduga ayah
akan menjadi pemimpin, yaa meskipun bukan pemimpin yang menjadi nomor satu di
negeri ini seperti yang dikatakan boni. Tapi bagiku, ayah tetaplah pemimpin.”
Kalimat pembukaan yang muncul begitu saja dan berbeda dari yang kurencanakan. “
saya setuju dengan pendapat yang diungkapkan oleh sarah. Pemimpin yang saya
idamkan adalah Rasulullah SAW. Tapi pemimpin kedua yang saya idamkan adalah
ayah saya. Ayah diberi amanah untuk menjadi pimpinan di sebuah toko milik
yayasan. Selama beliau bekerja disana, beliau adalah seorang pemimpin yang
ramah dan disegani oleh bawahannya. Semua bawahan atau karyawan yang bekerja
disana di anggap sebagai keluarga. Keluarga kami pun mengaggapnya demikian.
Jika waktunya bekerja tidak ada yang boleh lalai dari tugasnya. Ada waktunya
untuk bercanda, ada pula waktu untuk serius. Jika karyawan melakukan kesalahan
maka ayah saya akan tegas menegurnya. Tapi jika pekerjaan yang dilakukan
karyawan sesuai dengan yang target maka akan diberi hadiah yang cukup sebagai
penghargaan. Sistem yang dirancang untuk membuat toko itu ramai pembeli pun
berhasil. Setiap bulan selalu ada peningkatan dan pendapatan pun bertammbah.
Toko milik yayasan itu pun berkembang. Dengan kerjasama yang saling menjaga
amanah toko itu pun dapat membukak cabang di salah satu cabang yang juga milik
yayasan. Ayah tidak memiliki ruangan khusus untuk bekerja. Jika di toko hanya
terdapat ruangan untuk menerima tamu dan supplier
yang ingin menawarkan barang. Hubungan dengan supplier pun terjalin dengan baik
dan kerjasama pun berjalan dengan lancar. Kami berasal dari keluarga yang biasa
saja sangat bersyukur ketika ayah mendapat amanah dan berhasil untuk
mengembangkannya.ketika di toko ayah menjadi pemimpin untuk karyawaannya.
Namun ketika dirumah ayah masih tetaplah
pemimpin. Pemimpin di dalam sholat berjamah. Kami lebih sering sholat berjamaah
di dalam rumah. Ayah adalah seorang yang biasa bekerja di lapangan. Sering
tidak bisa bertahan ketika harus duduk di belakang meja dan menungu. Ayah juga
orang memilikin humor tapi sedikit
kaku. Seringkali aku melihat ada beban yang tidak pernah disampaikan untuk
menjaga perasaan kami. Aku pun juga tidak berani untuk menanyakannya. Aku
selalu berharap aku bisa menjadi tempat untuk berbagi ceritanya. Meskipun aku
anak perempuan tapi selalu ingin mendengar pemikiran-pemikirannya. Sampai suatu
ketika toko menghadapi suatu permasalahan yang besar. Entah darimana ini
dimulai tapi ayah sedang berusaha untuk mengatasinya. Segala usaha
dilakukannya. Dari pagi sampai malam ayah selalu beusaha mencari jalan keluar
untuk permasalah itu. Pengorbanan yang dikeluakan pun tidak hanya materi. Waktu
pun terbuang begitu saja. Keadaan di dalam rumah sendiri juga tidak kalah
genting. Kami sering didatangi oleh tamu yang terkadang lebih tidak diinginkan.
Sebagai anak pertama saya ingin bisa membantu. Tapi saya tetap saja anak kelas
2 SMP. Jalan keluar yang dicari tidak pernah ditemukan. Sampai suatu ketika
Ayah mengalami kekcelakaan di sebuah jalan yang tidak ramai dengan ibu. Awalnya
keadaan ayah tidak terlihat parah. Sedangkan ibu hanya memiliki luka gores pada
bagian lutut dan siku tangan. Saya bersyukur kedua orangtua selamat dari
kecelakaan itu. Pada kecelakaan ini posisi ayah tidak salah, dan ayah tidak
ingin mempermasalahkan. Ayah orang yang simple
dan tidak ingin memperpanjang masalah. Esoknya ayah masih tetap bekerja seperti
biasa tetapi ternyata tidak sekuat biasanya. Akhirnya ayah diperiksakan ke
rumah sakit. Hasil CT-scan menunjukkan bahwa ada tulang leher yang retak dan
harus dioperasi. Ayah tidak mau. Selain tidak ada biaya, Ayah takut dengan
sesuatu yang berurusan dengan rumah sakit, dokter, dan yang berhubungan dengan
itu. Pihak yayasan bersedia untuk membantu tapi ayah tetap tidak ingin
melakukan operasi. Rasa sakit yang sekarang dirasakan sangat parah. Tindakan
penyembuhannya hanya dengan di pijat oleh orang yang telah ahli pada bidangnya.
Proses penyembuhan itu sering membuat ayah berteriak kesakitan sambil menangis.
Sifat yang tidak pernah lihat sebelumnya. pada akhirnyaselama tiga bulan
kemudian ayah tidak bekerja. Tentu kami juga tidak memiliki pegangan uang dan
toko masi membutuhkan pimpinan untuk terus berjalan. Kekosongan pemimpin ini
membuat orang-orang yang iri dengan ayah memanfaatkannya. Setelah keadaanya
ayah membaik, ayah diberhentikan tanpa diberi kesempatan untuk member laporan
pertanggungjawaban. Keadaan pun semakin memburuk. Ayah hanya bisa menerima dan
mulai tidak percaya lagi pada yayasan tersebut. Pengorbanan yang telah
dilakukan hanya dihargai dengan hal menurut saya tidak pantas. Ayah pun tidak
diberi uang pesangon. Dan itu kembali membuat ayah berpikir untuk bekerja lagi
agar bisa menghidupi keluarga padahal kondisi tulangnya yang patah belum sembuh
total. Hanya keluarga dekat yang bisa membantu untuk meringanklan beban itu.
Mungkin kalian memiliki pemimpin idaman masing-masing, tapi coba lihatlah
bagaimana ayah kalian bekerja keras
untuk memenuhi kebutuhan kalian. Dan siapa yang pernah menduga bahwa
ayah akan menjadi pemimpin? Meskipun bukan pemimpin negeri ini, tapi ayah
tetaplah pemimpin kami, kuarga yang selalu mendukung hal-hal baik yang akan
dilakukannya untuk bisa bahagia bersama kami.” Akhir dari pendapatku yang
begitu panjang.
Suasana dalam ruangan begitu hening.
Setelah aku mengucapkan terima kasih aku kembali duduk. Aku kembali gemetar dan
berkeringat. Aku menunudukkan kepala. Aku merasa bodoh karena berlebihan
menyampaikan pendapatku. “Itu bukan pendapat cha, kamu tadi curhat..” kataku
dalam hati. “bodoh.. bodoh.. kamu membuat dirimu malu. Lalu sekarang bagaimana
kamu akan mengakat kepalamu? Dasaaar bodoh! Dasar kanak-kanak!” kataku
mengahardik semua yang aku lakukan.
Mataku
yang sedari tadi berkaca-kaca untuk menahan air mata keluar, kuusap agar tidak
ada yang tahu. Aku masih tidak berani mengangkat kepalaku. Semua yang aku
ceritakan membuatku tidak bisa menahan isak tangis. Kejadian itu adalah
pengalaman yang begitu membuka luka yang paling sakit. Aku tidak bisa menahan
amarah dan emosi ketika mencaritakan itu. Tidak lama kemudian, terdengar suara
riuh tepuk tangan dalam ruangan. Semua peserta memberikan tanggapan yang baik
dengan apa yang telah ku katakan. Aku pun berani untuk mengangkat kepalaku dan
melihat mereka dengan mata yang masih berkaca-kaca. Aku terharu dan bahagia.
Niat untuk mengikuti diskusi ini adalah membuatku yang pemalu untuk berani
mengungkapkan pendapat dan berbicara di depan banyak orang. “kamu berhasil
chaa, kamu sudah berani dan tidak takut untuk memulai” kataku dalam hati.
Kemudian MC pun mulai berbicara dan aku mendengarkannya dengan seksama, “
Subhanallah, apa yang telah disampaikan oleh Rischa memang benar-benar berbeda
dari yang lain. Saya pernah merasakan hal seperti itu, tapi saya tidak pernah
berani untuk mengungkapnya pada orang lain. Bahkan pada teman saya. Keberanian
rischa untuk mengungkanpakan pendapat terkait tentang pemimpin memang tidak
bisa lepas dari seorang ayah. Apalagi di Indonesia, kebanyakan pemimpin yang
ada di Indonesia adalah seorang laki-laki yang tentu menjadi seorang ayah
ketika berada di rumah. Dan kita tidak pernah tahu, seperti apa usaha yang
telah dilakukan oleh pemimpin-pemimpin kita untuk memperbaiki keadaan yang ada
di sekitarnya. Pemimpin itu bukanlah orang yang memiliki jabatan dan kekuasaan
tinggi di dalam lingkup kursi parlemen, tapi juga memiliki kekuasaan tertinggi
di setiap keluarga yang selalu mencintainya. Seburuk apapun pemimpin itu di
mata bawahannya, pastilah ia telah menjadi pemimpin yang paling luar bisa di
mata keluarganya. Ketika seseorang telah memiliki amanah maka akan timbul
tanggungjawab yang lebih besar sebagai ujian dari Sang Pencipta agar kita
selalu bersyukur dengan apa yang telah diberikan . Mengutip dari ayat Al-Qur’an
surah Al-An’am:
“Dan Dialah yang
menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat (derajat)
sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang
diberikannya-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat member hukuman dan
sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS Al-An’am : 165)
<data:
post.body/>
Comments