Skip to main content

Pemanfaatan Karst Gunung Sewu dengan Pengelolaan yang Ramah Lingkungan


<data: post.body/>

Pemanfaatan karst gunung sewu secara bijak dan benar dapat membawa kesejahteraan dan kemajuan ekonomi bagi masyarakat. Bentuk-bentuk pemanfaatan kawasan karst antara lain, pariwisata, pertambangan dan sumber air.
Pertama, pemanfaatan di bidang pariwisata. Sumber daya Pariwisata Karst Gunung Sewu amat beragam dan memiliki keunikan serta nilai ilmiah tinggi yang dapat dikembangkan menjadi wisata masal (pantai pasir putih), wisata minat khusus (panjat tebing dan susur goa)dan wisata sejarah dan religius. Sebagai contoh, di Kabupaten Gunung Kidul telah  berkembang tempat-tempat pariwisata seperti :
1.                  Lembah Karst Mulo
Secara administrasi obyek geowisata karst Lembah Mulo terletak di desa Mulo Kecamatan Wonosari, dan dapat dicapai dengan mudah hanya berjarak 5 km dari kota Wonosari.
Lembah Mulo merupakan salah satu obyek amatan karst yang unik karena merupakan bentukan depresi (lembah) dalam ukuran cukup luas yang mengalami runtuhan ratusan tahun lalu. Kawasan ini merupakan kawasan yang ideal untuk dijadikan Centre of Geotourism Activities Kawasan Karst Gunungkidul, karena selain unik juga dari sisi aspek keruangan sangat strategis yaitu berada di jalur utama wisata Kabupaten Gunungkidul dan terletak di zona tengah kawasan karst Gunungkidul.
2.                  Kalisuci
Terletak di Desa Pacarejo Kecamatan Semanu, dengan jarak 12 km dari Wonosari. Keunikan yang dijumpai adalah fenomena bentukan bentang alam, karst permukaan berupa bentukan depresi yang runtuh yang membentuk goa-goa vertikal dan bentukan positif berupa bukit karst berbentuk kerucut, sedangkan bawah permukaan berupa aliran sungai bawah tanah yang mengalir melalui goa-goa horisontal yang merupakan suatu sistem aliran sungai bawah tanah yang saling berhubungan satu-sama lain di kawasan karst Gunungkidul.
Di kawasan ini wisatawan dapat melakukan aktivitas susur goa dengan menggunakan peralatan khusus seperti perahu karet, tali, dan lain-lain. Wisatawan juga dapat menikmati keindahan goa kalisuci dengan stalaktit dan stalakmit, keindahan dan kesejukan yang menyatu serta petualangan yang penuh tantangan.
3.                  Telaga Suling / Bengawan Solo Purba
Terletak di desa Songbanyu dan desa Pocung, Kecamatan Girisubo, dengan jarak sekitar 50 km dari kota Wonosari. Telaga Suling berupa lembah yang letaknya dekat dengan Pantai Sadeng.Telaga Suling diyakini pada zaman dulu sebagai muara sungai Bengawan Solo purba dengan pemandangan yang indah dan sejuk karena dikelilingi bukit-bukit.
Di lokasi ini sangat cocok untuk kegiatan tracking atau jelajah wisata. Dalam perjalanan menuju Pantai Sadeng, jalur aliran sungai Bengawan Solo purba bisa dinikmati pemandangannya. Bekas aliran tersebut berupa dataran rendah yang diapit dua perbukitan tinggi, yang kini menjadi lahan pertanian, sejauh 7 km ke arah utara hingga wilayah Pracimantoro Kabupaten Wonogiri.
Kedua, pemanfaatan di bidang pertambangan. Hasil tambang dari bentang alam karst adalah kapur dan batuan karbonat atau batu gamping. Kapur berfungsi untuk industri semen dan gips, sedangkan batuan karbonat/batu gamping sebagai ornamen/hiasan, campuran pembuatan semen, serta bahan baku industri-industri seperti untuk bahan pemutih, penjernih air dan bahan pestisida.
Hampir seluruh kawasan karst Gunung Sewu telah dimanfaatkan untuk tambang skala kecil. Sedangkan untuk penambangan skala besar telah dilakukan di Desa Bedoyo dan Desa Kenteng.
Ketiga, pemanfaatan untuk sumber air. Bentang alam karst memiliki banyak sumber daya air, baik yang ada di permukaan seperti telaga dan mata air  maupun yang ada di bawah tanah seperti sungai bawah tanah. Telaga dan mata air yang terdapat di Karst Gunung Sewu mencapai jumlah 443 telaga dan 183 mata air. Sedangkan gua dan sungai bawah tanah yang telah dipetakan sekitar 200 buah.
Kualitas air sumber-sumber air di kawasan Karst Gunung Sewu sangat bervariasi tergantung pada kondisi hidrologi sumber air. Mata air epikarst cenderung mempunyai kualitas air yang baik, sungai bawah tanah mempunyai kualitas air sedang hingga baik, sedangkan air telaga mempunyai kualitas yang jelek. Kualitas air di kawasan Karst Gunung Sewu ditunjukkan pada Tabel dibawah ini
Tabel: Ringkasan kualitas air di karst Gunung Sewu
No
Sumber Air
Kualitas
Pembatas
1
Sumur Bor
Kelas I dan II
Tanpa atau sedikit pembatas, konsentrasi bakteri colli kecil
2
Mataair Epikarst
Kelas I dan II
Tanpa atau sedikit pembatas, konsentrasi bakteri colli kecil
3
Sungai Bawah Tanah
Kelas II
Muatan suspensi dan bakteri colli tinggi pada musim penghujan
4
Telaga
Kelas III
Konsentrasi muatan suspensi, bahan organik, bakteri colli tinggi
Sayangnya, pemanfaatan sumber-sumber air tersebut belum maksimal, terutama sumber daya air bawah tanahnya. Banyak warga yang masih menderita kekeringan saat musim kemarau karena terlalu bergantung pada sumber air permukaan. Untuk itu, pemerintah mulai memanfaatkan sungai bawah tanah yang ada dengan sistem pompanisasi dan gravitasi untuk mengangkat dan mendistribusikan air tersebut. Upaya ini masih terus dikembangkan agar kelak dapat memenuhi kebutuhan seluruh warga.
Dari pemaparan di atas, kita tahu betul bahwa karst punya andil cukup besar bagi kesejahteraan masyarakat sekitar. Namun, pemanfaatan dan pengelolaannya masih perlu ditingkatkan agar kerusakan lingkungan tidak terjadi. Berikut merupakan langkah-langkah yang dapat diambil untuk memanfaatkan dan mengelola sumber daya karst yang ramah lingkungan.
Pertama, pengelolaan pariwisata. Objek-objek wisata yang ada di karst Gunung Sewu menyimpan keindahan dan keunikan yang dapat dimanfaatkan secara terus menerus dan tidak akan habis. Keindahan dan keunikan karst tersebut harus dipertahankan dan dilestarikan agar tetap menarik wisatawan. Untuk itu, pembukaan dan pembangunan objek wisata karst harus berwawasan konservasi dan searah dengan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, diperlukan peraturan yang jelas dan tegas bagi para wisatawan yang datang agar tidak terjadi vandalisme atau pengrusakan.
Kedua, pengelolaan pertambangan. Penambangan merupakan bentuk pemanfaatan yang dapat menghasilkan keuntungan dan pendapatan paling besar. Namun, penambangan juga menimbulkan kerusakan lingkungan yang paling  banyak dibandingkan dengan yang lain. Kerusakan lingkungan terjadi dikarenakan metode penambangan yang diterapkan adalah model penambangan terbuka (open pit mining). Para penambang membuat galian ke arah horizontal atau vertical dengan memotong tebing bukit. Cara-cara seperti ini berakibat hilangnya vegetasi tanah penutup. Tanah lapisan atas  berhumus yang akan dijadikan lokasi penambangan dibuang begitu saja oleh para penambang. Selain itu lapisan tanah penutup itu kemudian sering teraduk-aduk sehingga bentang alam menjadi rusak dan kemantapan lereng menurun.
            Kondisi semakin bertambah buruk manakala aktifitas penambangan berakhir, lubang-lubang bekas penambangan itu ditinggalkan begitu saja. Tidak ada perhatian atau upaya untuk mengembalikan lapisan-lapisan tanah penutup yang telah diangkat ke bekas-bekas lubang tersebut. Para penambang juga tidak pernah memikirkan
untuk mengganti pohon-pohon yang ditebang di lokasi perbukitan itu. Singkatnya tak ada upaya reklamasi maupun rehabilitasi lahan-lahan bekas pertambangan.
Berdasarkan fakta-fakta yang banyak terjadi diatas, ada beberapa alternatif pemecahan. Pertama, membatasai daerah penambangan dan melakukan pemetaan zonasi pertambangan untuk menentukan daerah tersebut layak untuk ditambang
atau tidak. Upaya ini memang mengurangi aktifitas penambangan namun
menyebabkan para penambang kehilangan pekerjaan. Tetapi hal ini bisa dicarikan jalan keluar dengan menonjolkan bidang pertanian dan peternakan, menjadikan daerah perbukitan sebagai kawasan perkebunan dan menjadikan kawasan karst sebagai tujuan wisata.
Kedua, perlu dibentuk suatu badan khusus yang mengawasi proses penambangan. Ketiga, menerapkan teknik penambangan yang berwawasan lingkungan antara lain dengan memilih metode penambangan yang benar,
memperhatikan kualitas bahan galian, memperhatikan kesejahteraan dan
keselamatan kerja, serta memperhatikan dampak fisik lingkungan akibat
kegiatan pertambangan.
Keempat, memperhatikan tata cara dan aktifitas penambangan, misalnya: pada saat pembukaan atau pembersihan lahan sebaiknya dilakukan secara bertahap, hanya sebagian saja lahan yang akan segera ditambang, metode penambangan disesuaikan dengan karakteristik area yang akan ditambang, pasca penambangan dilakukan reklamasi (memperbaiki lahan atau mengembalikan pemanfaatan lahan bekas galian agar lebih berdaya guna dan berhasil guna).
Terakhir, pengelolaan sumber daya air. Air merupakan sumber daya yang amat berharga bagi penduduk Gunung Sewu, sehingga harus dijaga kualitas dan kuantitasnya. Untuk mengoptimalkan jumlah air yang dapat disimpan dan lama waktu tinggal (residence time) air di sungai bawah tanah, dapat dilakukan pelestarian tanaman penutup dan perbaikan bentuk bentang lahan. Dalam melestarikan tanaman penutup, sebaiknya dipilih tanaman tanaman yang memiliki laju penguap-peluhan rendah, tidak bernilai ekonomis tinggi, mudah dan cepat tumbuh serta tahan panas.
Sedangkan perbaikan bentuk bentang lahan dapat dilakukan dengan pembuatan teras siring.
Untuk menjaga kualitas air di permukaan dan di bawah tanah, penggunaan pestisida dan penyubur buatan harus dikendalikan. Pemakaian pestisida dan penyubur buatan dapat mengakibatkan terkontaminasinya air oleh polutan kimia. Polutan kimia ini tidak hanya menurunkan kualitas air tetapi juga membahayakan semua organisme yang mengkonsumsinya, sehingga penggunaannya harus dikendalikan.
Semua potensi dan sumber daya karst Gunung Sewu amatlah berharga, karena banyak pemanfaatannya dan berperan besar dalam menopang kehidupan warga sekitar. Untuk itu, pemanfaatan dan pengelolaan yang ramah lingkungan harus terus dikembangkan dan dilaksanakan agar kelak, generasi berikutnya dapat ikut menikmati hasil karya Tuhan yang tak ternilai harganya ini.
<data: post.body/>

SUMBER :


Comments

Popular posts from this blog

Geography Teacher

Geography Teacher In Practicing Geography Lesson Learning to Foster Love Attitude of the Homeland and Care for the Environment <data: post.body /> a. Growing Love Attitude of the Fatherland Love the homeland can be grown developed in the learning of geography through the role of a teacher that is in the following way: • Teachers can show areas that belong to the country of Indonesia either through maps, globe or satellite imagery so that students will know which areas are included in our country (NKRI) so that if there is a secret seizure of the region eg shifting the country border benchmarks, then we will be able to find out. This shows in addition to the role of geography as a giver of regional knowledge of the country also contribute in maintaining the territorial integrity of the Unitary State of the Republic of Indonesia. • Teachers can show the distribution of natural resources in Indonesia, then the teacher asks the students about how to cultivate the potential ...

Influence Climate change on the environment

<data: post.body />    Climate change is the change of temperature, air pressure, wind, rainfall, and humidity as a result of global warming. Due to the greenhouse gas effect, the greenhouse gases will continue long-wave radiation that is hot, so the surface temperature of the earth will rise and become hotter where the rate of increase of heat is directly proportional to the rate of change of greenhouse gas concentration. with the rate of change in greenhouse gas concentrations.       If there is a rise in global average temperature of 1.5-2.5oC, the possibility of extinction will occur 20-30 species of flora and fauna. The level of ocean acidity will increase with increasing CO2 in the atmosphere. This will have a negative impact on marine organisms such as coral reefs and organisms that depend on coral reefs. Coastal areas will be increasingly vulnerable to coastal erosion and sea level rise will occur. The average flow of river water...

Meaningful Learning Process

<data: post.body /> <script data-ad-client="ca-pub-2283241520599098" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>     Meaningful learning is a learning process whereby new information is linked to the structures of understanding that a person already in the process of learning is having. Learning takes place when students try to connect new phenomena into their knowledge structures. That is, the lesson material must match the student's abilities and must be relevant to the cognitive structure of the student. Therefore, the lesson should be related to the concepts that students already have, so that the new concepts are completely absorbed by it. Thus, students' emotional intellectual factors are involved in learning activities.      Meaningful learning is a fun lesson that will have the advantage of reaping all the information intact so that the final consequence improves the student's ...