Penulis: Muh. Ma'rufin Sudibyo
<data: post.body/>
Peristiwa
Siberia disematkan bagi kejadian ledakan di udara (airburst) yang mengguncang
langit dan daratan Chelyabinsk, Yekaterinburg, Sverdlosk, Tyumen serta Orenburg
Oblast di kawasan Pegunungan Ural, Siberia (Rusia) pada Jumat pagi 15 Februari
2013 pukul 09:20 setempat (pukul 10:20 WIB). Peristiwa tersebut diawali oleh
munculnya sebuah kilatan cahaya sangat terang di langit diikuti semburan asap
panjang, dentuman suara menggelegar yang membahana serta berujung pada hempasan
kencang menjalari udara yang berkemampuan memecahkan kaca jendela dan
merobohkan atap. Hujan pecahan kaca membuat 1.200 penduduk luka-luka dengan 112
diantaranya harus dirumahsakitkan dimana 2 orang sempat berada dalam kondisi
serius. Selain kaca-kaca jendela yang pecah berantakan, atap bangunan seluas
600 meter persegi di sebuah pabrik seng pun turut ambruk. Total kerugian
material diperkirakan mencapai $ 33 juta (Rp 313,5 milyar).

Gambar
1.Boloid Siberia saat melintas di langit Yekaterinburg berdasarkan rekaman
salah satu saksi mata yang telah dimodifikasi sehingga menampilkan sudut
pandang lebih lebar dan datar. Nampak boloid mulai mengalami pemecah-belahan
(tanda panah kuning).
Sumber:
Spaceweather.com, 2013.
Dalam
sekejap Peristiwa Siberia menggegerkan jagat. Imajinasi hujan batu seperti
tersaji dalam film-film sci-fi Armageddon maupun Deep Impact pun segera
membayang di memori publik. Tak ada keraguan kalau peristiwa Siberia disebabkan
oleh jatuhnya meteor. Dan dengan menggunakan data-data yang dirilis NASA
Meteoroid Environment Office berdasarkan data infrasonik stasiun IMS
(International Monitoring Systems) di bawah payung CTBTO (Comprehensive Test
Ban Treaty Organization) dan citra satelit cuaca (Meteosat-9, Meteosat-10,
MTSAT-2 dan Fengyun-2D) beserta spreadsheet Calculation of a Meteor Orbit dari
Marco Langbroek (Dutch Meteor Society), software Planetary Ephemerides,
spreadsheet Nuclear Effects Calculator dari Brian Davis dan spreadsheet
Dinamika Meteor dari penulis, maka sejumlah karakteristik Peristiwa Siberia
dapat diungkap, meski dalam tahap sangat awal yang perlu diperbaiki kemudian.
Energi

Gambar 2.Rekaman gelombang seismik (atas)
dan infrasonik (bawah) dalam Peristiwa Siberia.
Sumber: USGS & CTBTO, 2013.
Sumber: USGS & CTBTO, 2013.
Gelombang infrasonik (frekuensi kurang
dari 10 Hz) yang dipancarkan Peristiwa Siberia memiliki periode rata-rata 30
detik dan terekam di 11 stasiun IMS seperti di Greenland, Semenanjung Kamchatka
(Rusia) dan bahkan hingga sejauh Antartika. Menggunakan hubungan empirik antara
periode dan yield (energi ledakan) yang diturunkan dari eksperimen senjata
nuklir dengan titik detonasi atmosferik, maka Peristiwa Siberia melepaskan
energi 500 kiloton TNT atau 25 kali lipat lebih dahsyat dibanding bom nuklir
Hiroshima. Energi tersebut berkorespondensi dengan massa meteoroidnya sekitar
10.000 ton, diameter sekitar 17 meter (jika berbentuk bola sempurna) dan
diestimasikan bertipe kondritik (densitas mendekati 4 g/cc). Meteoroid melejit
memasuki atmosfer Bumi pada kecepatan sekitar 18 km/detik (64.800 km/jam).
Saat melejit menuruni atmosfer,
molekul-molekul udara tersibak dan terkompresi dramatik oleh tingginya
kecepatan meteoroid sehingga terpanaskan sampai mencapai suhu sangat tinggi.
Konsekuensinya permukaan meteoroid mulai memijar hebat, tergerus, meleleh dan
menyublim. Debu pun terhambur ke atmosfer membentuk jejak asap. Pada titik ini
meteoroid menjadi boloid yang sangat terang hingga pada puncaknya tingkat
terang mencapai -14 atau 4 kali lipat lebih terang dari Bulan purnama. Secara
umum meteor dengan tingkat terang -6 dapat terlihat di siang hari, sehingga
boloid dengan mudah nampak karena 1.600 kali lebih terang dari batas tersebut.

Gambar
3.
Dua
keping meteorit dari Peristiwa Siberia sedang dipersiapkan untuk dianalisis
dengan spektrometer. Sepasang meteorit ini ditemukan di kawasan Danau Cherbakul
sebagai bagian dari 53 buah keping meteorit yang telah ditemukan hingga saat
ini.
Sumber:
Russia Ural Federal University, 2013.
Ledakan
Kian jauh memasuki atmosfer, tekanan
yang dihadapi boloid kian meningkat. Pada ketinggian sekitar 48 km, tekanan
tersebut melampaui ambang batas daya tahan tubuh boloid. Sehingga boloid mulai
terpecah belah dalam episode reaksi berantai pemecah-belahan nan brutal dan
massif. Proses membentuk pecahan-pecahan berukuran lebih kecil yang
resistensinya lebih rendah terhadap hambatan atmosfer sehingga geraknya lebih
lambat. Seiring kian memadatnya lapisan atmosfer, maka pecahan-pecahan tersebut
bergerak menuju ketinggian lebih rendah sehingga kecepatannya semakin melambat.
Pada satu titik di sekitar ketinggian 25
km semua pecahan itu seakan-akan direm secara mendadak saat gravitasi Bumi
mengambil alih dinamikanya. Sehingga hampir seluruh energi kinetik yang diangkut
boloid terlepas secara mendadak dalam tempo sangat singkat ke lingkungan
sekitar, yang tak bisa dibedakan dengan ledakan. Kita melihatnya sebagai
ledakan di udara (airburst). Dengan energi ledakan sebesar 500 kiloton TNT,
maka Peristiwa Siberia menjadi peristiwa tumbukan benda langit paling energetik
yang pernah disaksikan manusia dalam dalam seabad terakhir, terhitung sejak
Peristiwa Tunguska (30 Juni 1908) yang juga terjadi di kawasan Siberia (Rusia).
Energi ledakan ini pun melampaui Peristiwa Bone (8 Oktober 2009) di Bone,
Sulawesi Selatan (Indonesia) yang ‘hanya’ 60 kiloton TNT dan sempat menjadi
peristiwa terbesar sejak 1994.
Secara teoritis, ledakan membuat
mayoritas massa boloid yang telah terpecah-belah remuk menjadi bubuk dan
membumbung kembali ke atas oleh tiupan angin vertikal menyusul terbentuknya
bola-api ledakan untuk kemudian terdistribusi ke bagian lain permukaan Bumi
melalui sirkulasi atmosferik. Namun sebagian kecil lainnya masih tersisa dan
tetap melanjutkan perjalanannya hingga mencapai permukaan Bumi sebagai
meteorit. Hanya saja, selepas titik ledak ini kecepatannya telah jauh lebih
lambat karena hanya bergantung kepada gravitasi Bumi. Secara teoritis, dengan
mengabaikan resistensi udara, maka meteorit bakal tersebar di kawasan ellips
seluas 1 km x 0,5 km, namun pada praktiknya selalu lebih luas dari itu.
Jika diasumsikan 1 % massa asli
meteoroid masih tersisa dan jatuh sebagai meteorit tunggal, maka diameternya
sekitar 3 meter. Meteorit seukuran ini bakal jatuh membentur tanah pada
kecepatan 290 m/detik (1.044 km/jam) dan bakal membentuk cekungan seukuran 20
meter (di daratan). Sempat ditemukan sebuah lubang bundar bergaris tengah 6
meter di permukaan Danau Cherbakul yang membeku yang diduga terbentuk oleh
pecahan meteorit berukuran besar. Namun penyelaman pada perairan dibawahnya
tidak berhasil menjumpai meteorit tersebut sehingga lubang ini kemungkinan
besar tidak terkait dengan Peristiwa Siberia. Dua hari pasca Peristiwa
Tunguska, sejumlah meteorit mulai ditemukan oleh tim ilmuwan Rusia dan secara
keseluruhan (hingga 19 Februari 2013) telah berjumlah 53 butir. Meteorit ini
berupa kepingan-kepingan kecil berukuran 0,5 hingga 1 cm, berwarna kehitaman
dan bertipe kondritik. Kecilnya ukuran meteorit yang telah ditemukan hingga
kini menunjukkan bahwa Peristiwa Tunguska memang melepaskan energi luar biasa
sehingga massa boloid yang masih tersisa lantas terpecah-belah dramatis menjadi
taburan kerikil.
Gelombang
Kejut dan Panas
Seperti halnya ledakan nuklir
atmosferik, Peristiwa Siberia yang melepaskan energi 500 kiloton TNT di
ketinggian 25 km pun memproduksi gelombang kejut (shockwave) dan sinar panas
(thermal radiation). Sehingga dampak Peristiwa Siberia dapat diaproksimasi
menggunakan efek ledakan nuklir atmosferik, terkecuali masalah sampah
radioaktifnya.
Gelombang kejut adalah aliran massa
udara yang menjalar pada kecepatan tinggi menjauhi titik ledak dan mampu
menyebabkan beragam dampak, mulai dari runtuhnya jembatan dan bangunan
bertingkat bertulangpunggung baja sebagai dampak terberat hingga yang teringan
hanyalah bergetarnya kaca jendela. Pecahnya kaca-kaca jendela di Chelyabinsk
mengindikasikan terpaan gelombang kejut memiliki tekanan lebih (overpressure)
melebihi batas 20 mbar (20 kPa). Terhitung dari episentrum ledakan, yakni proyeksi
titik ledakan pada permukaan Bumi yang tepat berada dibawahnya, radius area
terdampak gelombang kejut dengan efek ini mencapai 9,5 km. Dengan demikian
gelombang kejut yang mampu memecahkan kaca pada Peristiwa Tunguska berdampak
pada area seluas 283 kilometer persegi.
Sementara tiadanya jejak hangus pada
struktur bangunan/manusia mengindikasikan kota ini berada di luar jangkauan
sinar panas. Simulasi menunjukkan di episentrum intensitas panasnya sebesar 86
kiloJoule per meter persegi, sementara hingga radius 9,5 km dari episentrum
intensitasnya 74 kiloJoule per meter persegi. Angka-angka tersebut jauh di
bawah nilai ambang batas intensitas 127 kiloJoule per meter persegi untuk bisa
menyebabkan lukabakar tingkat tiga ataupun batas 254 kiloJoule per meter
persegi untuk bisa membakar kertas koran. Maka, meskipun Peristiwa Siberia
melepaskan energi sangat tinggi dan sontak memanaskan kolom udara yang semula
dingin membekukan di sekitar titik ledaknya, namun di permukaan Bumi intensitas
sinar panas yang dipancarkannya telah demikian rendah sehingga tak berdampak
fisik apapun.

Gambar
4.
Ilustrasi bagaimana sebuah asteroid (1) memasuki atmosfer Bumi dan terpecah-belah demikian rupa hingga ketinggian tertentu untuk kemudian mengalami ledakan di udara (2) sembari melepaskan gelombang kejut (3) dan sinar panas (4). Hantaman gelombang kejut dan panas tinggi memorak-porandakan permukaan Bumi tepat di bawah titik ledaknya (5). Dalam peristiwa Siberia, energi ledakan dan ketinggian titik ledak adalah demikian rupa sehingga hanya gelombang kejutnya yang menerpa permukaan Bumi sementara sinar panasnya keburu menghilang.
Sumber: Sandia National Laboratory, 2009.
Ilustrasi bagaimana sebuah asteroid (1) memasuki atmosfer Bumi dan terpecah-belah demikian rupa hingga ketinggian tertentu untuk kemudian mengalami ledakan di udara (2) sembari melepaskan gelombang kejut (3) dan sinar panas (4). Hantaman gelombang kejut dan panas tinggi memorak-porandakan permukaan Bumi tepat di bawah titik ledaknya (5). Dalam peristiwa Siberia, energi ledakan dan ketinggian titik ledak adalah demikian rupa sehingga hanya gelombang kejutnya yang menerpa permukaan Bumi sementara sinar panasnya keburu menghilang.
Sumber: Sandia National Laboratory, 2009.
Selain gelombang kejut dan sinar panas,
peristiwa Siberia juga melepaskan gelombang akustik (suara) dalam bentuk
dentuman suara menggelegar. Saat tiba di permukaan Bumi, sebagian kecil
gelombang akustik berubah menjadi gelombang seismik menyerupai gempa bumi,
khususnya dalam bentuk gelombang Rayleigh (gelombang permukaan). Dengan
efisiensi pengubahan gelombang akustik menjadi seismik diasumsikan sebesar
1/10.000, maka gelombang seismik yang diproduksinya setara dengan gempa
berkekuatan 2 skala Richter. Pada kekuatan tersebut seluruh kota Chelyabinsk
bakal merasakan getaran dengan skala 2 MMI, yakni jenis getaran yang hanya bisa
dirasakan oleh orang-orang yang berada di gedung bertingkat saja tanpa
menimbulkan kerusakan apapun.
Maka kerusakan dan korban luka-luka di
Chelyabinsk dan sekitarnya dalam Peristiwa Siberia sepenuhnya disebabkan oleh
hantaman gelombang kejut, bukan sinar panas atau gempa buminya, apalagi oleh
meteorit yang berjatuhan kemudian.
ANGGOTA TATA SURYA LAIN
<data: post.body/>
a.
Komet
Komet adalah
benda antar planet yang terdiri dari es sangat padat , dan ketika mendekati
Matahari mengeluarkan gas berbentuk kepala yang bercahaya dan semburan yang
terlihat seperti ekor.
Bagian-bagian
komet adalah : inti, koma, awan hydrogen dan ekor.
Ketika komet
mendekati Matahari maka bahan – bahan koma dan ekor tumbuh bertamabah besar ,
karaena :
1. Angin
Matahari
2. Tekanan
radiasi oleh energy Matahari
Ekor komet dapat tampak ,
karena :
1. Gas-gas dan
debu memantulkan cahaya
2. Gas-gas dan
debu menyerap sinar Ultraviolet dan dan
memancarkannya sebagai cahaya tampak.
Bahan – bahan
penyusun komet adalah : uap air, karbon monoksida dan gas-gas lain.
Contoh : komet
Halley
b. Asteroid
Asteroid atau
planetoid adalah benda-benda angakasa kecil yang terdapat dalam daerah antara
Mars dan yupiter.
Asteroid
memiliki garis tengah yang lebih kecil dari 1000 m.
Asal mula
Asteroid , ada beberapa pendapat :
1. Berasal dari pecahan planet tua yang
hancur
2. Tercipta dalam waktu dan bahan yang
sama dengan planet
3. Berasal dari benturan benda – banda
langut yang lebih besar.
Material
penuyusun asteroid : Silikat besi-magnesium, silikat, logam sempurna, da
lan-lain.
c. Meteoroid, Meteor, dan meteorit
Meteoroid
adalah anggota tata surya yamg
kemungkinan berasal dari komet dan pecahan asteroid dan mengelilingi Matahari
di ruang antar planet.
Meteor adalah
Meteroroid yang sampai di atmosfir Bumi dan bergesekan dengan atmosfer bumi
mengakibatkan panas dan timbul pijar.
Meteorit
adalah meteoroid yang jatuh ke Bumi.
Meteorit
dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
1. Meteorit batuan
2. Meteorit besi
3. Meteorit batu-besi
d. Satelit
Satelit adalah
benda angkasa yang mengitari atau mengiringi planet.
Contoh : Bulan,
Phobos, Io , dan lain-lain.
Comments